Minggu, 21 Maret 2010

filsasat ilmu

Pengertian Filsafat Ilmu



Empirisme

Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme, atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.

 Falsifiabilitas


Salah satu cara yang digunakan untuk membedakan antara ilmu dan bukan ilmu adalah konsep falsifiabilitas. Konsep ini digagas oleh Karl Popper pada tahun 1919-20 dan kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1960-an. Prinsip dasar dari konsep ini adalah, sebuah pernyataan ilmiah harus memiliki metode yang jelas yang dapat digunakan untuk membantah atau menguji teori tersebut. Misalkan dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar.

Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami  arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)

*
 Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)

*
 A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.) * Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
* May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
* Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.

*
 Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
* Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”.
(Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
* Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
* Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
* Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982) 

Sabtu, 20 Maret 2010

Pengertian Sintaksis

Pengertian Sintaksis
  1. Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang sudah sangat tua, menyelidiki stuktur kalimat dan kaidah penyusunan kalimat (Suhardi, 1998:1). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Sintaksis adalah ilmu bahasa yang menyelidiki struktur kalimat dan penyusunan kalimat.
  2. Sintaksis adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara kata atau frase atau klausa atau kalimat yang satu dengan kata atau frase atau (clause atau kalimat yang lain atau tegasnya mempelajari seluk-beluk frase, klause, kalimat dan wacana (Ramlan. 1985:21). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Sintaksis adalah ilmu bahasa yang menyelidiki struktur kalimat dan penyusunan kalimat.
  3. Pengertian Sintaksis
    Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang
    berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata menjadi kalimat (Achmad, 1996/1997). Sintaksis adalah telaah mengenai prinsip-prinsip dan proses-proses yang dipergunakan untuk membangun kalimat-kalimat dalam bahasa-bahasa tertentu. Sintaksis merupakan komponen tata bahsa transformasi yang menurut ikhtisar atau abstrak yang menandai frase dengan bentuk struktur frase.
  4. Pada dasarnya tugas linguis ada dua, antara lain: Pertama, mengembangkan suatu teori bahsa yang menjadi ciri keumuman antara bahasa-bahasa didunia, sering kita dengar sebutan ini dengan metateori linguistik atau metateori saja. Kedua, linguis mencoba untuk memperlengkap pemberian bahasa-bahasa khusus.
    Noam Chomsky, Sintactic scructures, The Hagus, Mouton : 1957. hal 11
Diterbitkan di: Januari 20, 2010


Cakupan Sintaksis/medan telah sintaksis
1. Cakupan Sintaksis menurut Ramlan (1987:21) meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana
2. Menurut Chaer (1994 : 219) satuan terkecil adalah kata, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frasa, klausa dan kalimat. Sedangkan unsur penbentuk wacana adalah kalimat.
3. Berdasarkan pengertian sintaksis di atas, jelas bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu, (2) satuan-satuan sintaksis berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3) hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.
Satuan wacana terdiri dari unsur-unsur yang berupa kalimat, satuan kalimat terdiri dari unsur yang berupa klausa, satuan klausa terdiri dari unsur yang berupa frase, dan frase terdiri dari unsur yang berupa kata. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur suatu satuan serta hubungan antara unsur-unsur itu dalam suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi.
Untuk menjelaskan medan telaah sintaksis, diambil contoh sebagai berikut:
(1) Nalika aku isih cilik, aku nate kejegur ing blumbang.
Kalimat di atas terdiri dari dua klausa, yaitu klausa (a) aku isih cilik dan klausa (b) aku nate kejegur blumbang. Klausa (a) disebut klausa nonfinal karena tidak berpotensi sebagai kalimat, sedangkan klausa (b) disebut klausa final karena berpotensi menjadi kalimat. Untuk klausa (a) terdiri dari fungsi S, ialah aku, P ialah isih cilik. Fungsi P terdiri dari satuan yang disebut frase, yaitu isih cilik. Frase ini terdiri dari dua kata yaitu isih dan cilik. Untuk klausa (b) terdiri dari fungsi S, ialah aku, P ialah nate kejegur, dan K ialah ing blumbang. Fungsi P dan K terdiri dari satuan yang disebut frase yaitu nate kejegur dan ing blumbang. Frase nate kejegur terdiri dari dua kata yaitu nate dan kejegur. Frase ing blumbang terdiri dari dua kata yaitu ing dan blumbang.
Dari penjelasan dan contoh kalimat (1) di atas, dapat disimpulkan bahwa:
A. Frase
Frase adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Cook, 1971:91). Ramlan (1996:151) mengatakan bahwa frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada bab mengenai frase.
Contoh: - nate kejegur
- ing blumbang
- isih cilik
B. Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat (Cook, 1971:65). Ramlan (1996:89) dan Kridalaksana (1985:151) mengemukakan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subyek dan predikat. Dapat pula dikatakan bahwa klausa adalah kalimat yang menjadi bagian dari kalimat majemuk. Untuk penjelasan lebih lanjut, dapat dilihat pada bab mengenai klausa.
Contoh: - Nalika aku isih cilik, aku nate kejegur ing blumbang.
Klausa I klausa II
- Ibu masak ing pawon lan adhiku nyapu jobin ngarep
Klausa I Klausa II
C. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa (Cook, 1971:39-40). Ramlan (1996:27) mengatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.
Contoh: - Bapake kapundhut setaun kepungkur.
- Burisrawa ora mlebu amarga lara.
- Janaka kelangan dhuwit sewu wingi sore.
Pada tataran sintaksis 1 ini hanya membicarakan seluk beluk frase dan klausa, sedangkan seluk beluk kalimat akan dibicarakan pada sintaksis 2.
CAKUPAN SINTAKSIS
1. Pengertian Sintaksis
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti 'dengan' dan tattein yang berarti 'menempatkan'. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Achmad, 1996/1997). Di samping uraian tersebut, banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis ini. Ramlan (1996:21) mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Verhaar (1996:161) dan Suparman (1985:1) mendefinisikan sintaksis sebagai cabang tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Ada juga yang berpendapat bahwa sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat (Stryker, 1969). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah studi tentang hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lain. Hubungan antara kata yang satu dan kata yang lain akan membentuk frase, klausa, dan kalimat.
STRUKTUR SINTAKSIS
Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.
Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang lain.
KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid memiliki makna ‘ tempat ibadah orang Islam ’. Sedangkan kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi. Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen.
Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).
FRASE
Pengertian Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Jenis Frase
Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Frase eksosentris biasanya dibedakan atas frase eksosentris yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non direktif (komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba).
Frase Endosentrik
Frase Endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan.
Dilihat dari kategori intinya dibedakan adanya frase nominal (frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina maka frase ini dapat menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu fungsi sintaksis), frase verbal (frase endosentrik yang intinya berupa kata verba, maka dapat menggantikan kedudukan kata verbal dalam sintaksis), frase ajektifa (frase edosentrik yang intinya berupa kata ajektiv), frase numeralia (frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral).
Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis.
Frase Apositif
Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Perluasan Frase
Salah satu ciri frase adalah dapat diperluas. Artinya, frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Dalam bahasa Indonesia perluasan frase tampak sangat produktif. Antara lain karena pertama, untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua, bahwa pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal. Dan faktor lainnya adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci dalam suatu konsep, terutama untuk konsep nomina.
KLAUSA
Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.
Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Frase dan kata juga mempunyai potensi untuk menjadi kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final; tetapi hanya sebagai kalimat minor, bukan kalimat mayor; sedangkan klausa berpotensi menjadi kalimat mayor.
Jenis Klausa
Berdasarkan strukturnya klausa dibedakan klausa bebas ( klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat; dan mempunyai potensi menjadi kalimat mayor) dan klausa terikat (klausa yang unsurnya tidak lengkap, mungkin hanya subjek saja, objek saja, atau keterangan saja). Klausa terikat diawali dengan konjungsi subordinatif dikenal dengan klausa subordinatif atau klausa bawahan, sedangkan klausa lain yang hadir dalam kalimat majemuk disebut klausa atasan atau klausa utama.
Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat di bedakan: klausa verbal (klausa yang predikatnya berkategori verba). Sesuai dengan adanya tipe verba, dikenal adanya (1) klausa transitif (klausa yang predikatnya berupa verba transitif); (2) klausa intransitif (klausa yang predikatnya berupa verba intransitif); (3) klausa refleksif (klausa yang predikatnya berupa verba refleksif); (4) klausa resiprokal (klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal. Klausa nominal (klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal). Klausa ajektifal (klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase). Klausa adverbial (klausa yang predikatnya berupa frase yang berkategori preposisi). Klausa numeral (klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia).
Perlu dicatat juga istilah klausa berpusat dan klausa tak berpusat. Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.
KALIMAT
Pengertian Kalimat
Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “ Susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap ”. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
Sehingga disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.
Jenis Kalimat
Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti, biasa juga disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Misalnya:
FN + FV + FN + FN : Nenek membacakan kakek komik
Ket : FN=Frase Nominal (diisi sebuah kata nominal); FV=Frase Verbal; FA=Frase Ajektifa; FNum=Frase Numeral; FP=Frase Preposisi.
Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai proses transformasi:
KALIMAT INTI + PROSES TRANSFORMASI = KALIMAT NONINTI
Ket : Proses Transformasi antara lain transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi pengonversian, transformasi pelepasan, transformasi penambahan.
Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya mempunyai satu klausa. Sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdapat lebih dari satu klausa.
Berkenaan dengan sifat hubungan klausa-klausa dalam kalimat, dibedakan: (1) kalimat majemuk koordinatif/ kalimat majemuk setara yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Secara eksplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif dan biasanya unsur yang sama disenyawakan atau dirapatkan sehingga disebut kalimat majemuk rapatan. (2) Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-klausanya tidak setara atau sederajat. Klausa yang satu merupakan klausa atasan dan yang lain disebut klausa bawahan. Kedua klausa itu dihubungkan dengan konjungsi subordinatif. Proses terbentuknya kalimat ini dapat dilihat dari dua sudut bertentangan. Pertama, dipandang sebagai hasil proses menggabungkan dua buah klausa atau lebih, dimana klausa yang satu dianggap sebagai klausa atasan dan yang lain disebut klausa bawahan. Pandangan kedua, konstruksi kalimat subordinatif dianggap sebagai hasil proses perluasan terhadap salah satu unsur klausanya. (3) Kalimat majemuk kompleks yaitu kalimat majemuk yang terdiri dari tiga klausa atau lebih, dimana ada yang dihubungkan secara koordinatif dan ada pula yang dihubungkan secara subordinatif. Jadi, kalimat ini merupakan campuran dari kalimat majemuk koordinatif dan subordinatif sehingga disebut juga kalimat majemuk campuran.
Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Kalimat mayor mempunyai klausa lengkap, sekurang-kurangnya ada unsur subjek dan predikat. Sedangkan kalimat minor klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri subjek saja, predikat saja, objek saja, atau keterangan saja; konteksnya bisa berupa konteks kalimat, konteks situasi, atau juga topik pembicaraan.
Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase berkategori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal; bisa nominal, ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.
Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verbal, biasanya dibedakan: (1) kalimat transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif, yaitu verba yang biasanya diikuti oleh sebuah objek kalau verba tersebut bersifat monotrasitif, dan diikuti oleh dua buah objek kalau verba tersebut bersifat bitransitif. (2) kalimat intransitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif, yaitu verba yang tidak memiliki objek. (3) kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya kata kerja aktif. Verba aktif biasanya ditandai dengan prefiks me- atau memper- biasanya dipertentangkan degan kalimat pasif yang ditandai dengan prefiks di- atau diper- . Ada juga istilah kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif sehubungan dengan adanya sejumlah verba aktif yang tidak dapat dipasifkan dan verba pasif yang tidak dapat dijadikan verba aktif (4) kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan. (5) kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tindakan atau kegiatan. (6) kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba.
Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran yang lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks. Biasanya kalimat terikat menggunakan salah satu tanda ketergantungan, seperti penanda rangkaian, penunjukan, dan penanda anaforis.
Dari pembicaraan mengenai kalimat terikat, dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat tidak harus mempunyai struktur fungsi secara lengkap. Kelengkapan sebuah kalimat serta pemahamannya sangat tergantung pada konteks dan situasinya.
Intonasi Kalimat
Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa dikatakan: kalimat minus intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik; klausa plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalau intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah klausa.
Intonasi dapat diuraikan atas ciri-ciri yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan adalah ciri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang diperlukan untuk melafalkan suatu arus ujaran. Nada adalah suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga macam nada, yang biasa dilambangkan dengan angka “1”, nada sedang dilambangkan dengan angka “2”, dan nada tinggi dilambangkan dengan angka “3”.
contoh: Bacálah buku itu !
2 – 32t / 2 11t #
Ket: n=naik; t=turun; tanda - di atas huruf=tekanan
Tekanan yang berbeda menyebabkan intonasinya juga berbeda; akibatnya keseluruhan kalimat itu pun akan berbeda.
Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis
Modus
Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara tentang apa yang diungkapkannya.
Ada beberapa macam modus, antara lain (1) modus indikatif atau modus deklaratif, yaitu modus yang menunjukkan sikap objektif atau netral; (2) modus optatif, yaitu modus yang menunjukkan harapan atau keinginan; (3) modus imperatif, yaitu modus yang menyatakan perintah, larangan, atau tengahan; (4) modus interogatif, yaitu modus yang menyatakan pertanyaan; (5) modus obligatif, yaitu modus yang menyatakan keharusan; (6) modus desideratif, yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan; dan (7) modus kondisional, yaitu modus yang menyatakan persyaratan.
Sesungguhnya yang menjadi pembeda antara kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, dan interjektif, adalah modus.
Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Dalam berbagai bahasa aspek merupakan kategori gramatikal karena dinyatakan secara morfemis. Dalam bahasa Indonesia aspek dinyatakan tidak secara morfemis melainkan dengan berbagai cara dan alat leksikal. Dalam bahasa Indonesia aspek juga ada yang sudah dinyatakan secara inhern oleh tipe verbanya.
Berbagai macam aspek dari berbagai bahasa, antara lain: (1) aspek kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung; (2) aspek inseptif, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian yang baru mulai; (3) aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung; (4) aspek repetitif, yaitu yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang; (5) aspek perefektif, yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai; (6) aspek imperfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar; dan (8) aspek sesatif, yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir.
Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang. Beberapa bahasa menandai kala itu secara morfemis; artinya, pertanyaan kala itu ditandai dengan bentuk kata tertentu pada verbanya.
Bahasa Indonesia tidak menandai kala secara morfemis, melainkan secara leksikal.
Dalam bahasa Indonesia banyak orang yang mengelirukan konsep kala dengan konsep keterangan waktu sebagai fungsi sintaksis; sehingga mereka mengatakan kala sudah, sedang, dan akan adalah keterangan waktu. Padahal keterangan waktu, dan keterangan lainnya, sebagai fungsi sintaksis memberi keterangan terhadap keseluruhan kalimat. Posisinya pun dapat dipindahkan ke awal kalimat atau ke tempat lain; sedangkan kala terikat pada verbanya atau predikatnya. Penyebab kekeliruan itu barangkali karena kata-kata seperti sudah, sedang, dan akan itu “sejenis” dengan kata-kata kemarin, tadi, dan besok yang menyatakan waktu; dan kata yang terakhir ini memang dapat mengisi fungsi keterangan. Mungkin juga karena dalam tata bahasa tradisional, istilah keterangan digunakan untuk dua macam konsep, yaitu konsep fungsi sintaksis, dan konsep kategori sintaksis.
Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan kemungkinan, keinginan, atau juga keizinan. Dalam bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa lain, modalitas dinyatakan secara leksikal.
Dalam kepustakaan linguistik dikenal adanya beberapa jenis modalitas; antara lain (1) modalitas intensional, yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan, permintaan, atau juga ajakan; (2) modalitas epistemik, yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan, kepastian, dan keharusan; (3) modalitas deontik, yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkeaan; dan (4) modalitas diamik, yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan.
Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Ada bahasa yang mengungkapkan fokus ini secara morfemis, dengan menggunakan afiks tertentu; tetapi ada pula yang menggunakan cara lain.
Dalam bahasa Indonesia fokus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: Pertama, dengan memberi tekanan pada bagian kalimat yang difokuskan. Kedua, dengan mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan. Ketiga, dengan cara memakai partikel pun, yang, tentang, dan adalah pada bagian kalimat yang difokuskan. Keempat, dengan mengontraskan dua bagian kalimat. Kelima, dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.
Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.
Ada beberapa macam diatesis, antara lain, (1) diatesis aktif, yakni jika subjek yang berbuat atau melakukan suatu perbuatan; (2) diatesis pasif, jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri; (3) diatesis refleksi, yakni jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri; (4) diatesis resiprokal, yakni jika subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan; dan (5) diatesis kausatif, yakni jika subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu.
WACANA
Pengertian wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Alat Wacana
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik - spesifik; atau sebaliknya spesifik - generik. Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat, menggunakan hubungan sebab - akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.
Jenis Wacana
Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis.
Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.
Subsatuan Wacana
Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.
CATATAN MENGENAI HIERARKI SATUAN
Urutan hierarki satuan-satuan linguistik bahwa satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar yaitu : wacana, kalimat, klausa, frase, kata, morfem, fonem. Urutan hierarki tersebut adalah urutan normal teoritis. Dalam praktek berbahasa banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan. Kalau dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau satu tingkat ke bawah, maka dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang, sekurang-kurangnya, dua tingkat di atasnya. Kasus pelapisan tingkat terjadi kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstruksi yang tingkatannya sama. Dan kasus penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang tingkatannya lebih rendah sari tingkatan konstituen asalnya.
Kesimpulan
  1. Pengertian Sintaksis
Sintaksis adalah ilmu yang mempelajari struktur kalimat dan penyusunan kalimat.
  1. Cakupan Sintaksis
Cakupan Sintaksis meliputi frasa, kalusa, kalimat dan wacana. ,
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.